Inilah.com/Dicky Nawazaki
INILAH.COM, Bandung - Sebagai benda pusaka dari para leluhur, keberadaan kujang tidak seperti keris yang terekspose, terbuka, bahkan telah mendunia.
Kujang memang istimewa. Keberadaannya disembunyikan. Pelestari kujang, Budi ‘Dalton’ Setiawan menyebutkan, kujang itu tidak sembarang diperlihatkan ke banyak orang. Selain tersembunyi penuh misteri, kujang itu cenderung disembunyikan si empunya.
Kenapa? el Presidente Bikers Brotherhood Bandung itu membeberkan kepadaINILAH.COM saat ditemui di kediamannya, Jalan Reog, Lengkong, Kota Bandung, Selasa (10/9) malam. Meski memiliki banyak koleksi berbagai jenis kujang, dia enggan disebut kolektor.
“Saya ini bukan kolektor. Saya hanya mencoba untuk melestarikannya, ya, pelestari. Bukan kolektor, karena kolektor itu diasumsikan lebih ke uang,” kata Ketua Jurusan Seni Musik Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas) itu.
Perkataan itu bukan hanya sekadar teori. Kenyataan empiris di lapangan memberikan pengalaman berharga baginya. Sejak 2003 silam, dia berkunjung ke berbagai kabuyutan yang ada di Jawa Barat. “Kujang itu mendapat perlakuan khusus. Meski para sesepuh di tatar Sunda itu memiliki, mereka tidak sembarang memperlihatkan kujangnya,” ucapnya.
Koleksi kujang baru diperlihatkan ketika para sesepuh itu benar-benar yakin, orang yang mau melihat kujang punya niat baik. Minimal, memiliki cukup wawasan tentang kujang.
Sebagian besar, kujang yang kini mencapai ratusan bilah itu merupakan titipan para sesepuh. Makanya, dia mengetahui persis dari mana asal-usul kujang itu didapatkan. Dia menyebutkan, dari sekian banyak kujang yang terungkap ke permukaaan itu artefaknya baru 10%.
“Dan itu karena memang disembunyikan. Bagi saya, kujang bukan sekadar senjata pusaka. Kujang merupakan simbol ajaran ketuhanan tentang asal-usul alam semesta yang dijadikan dasar konsepsi sistem ketatanegaraan Sunda purba. Bentuknya merupakan manifestasi wujud manusia sebagai ciptaan yang sempurna. Wujud kujang merupakan manifestasi alam semesta,” tuturnya.
Dengan meneliti kujang, Budi bahkan yakin kalau istilah Sunda bukan sekadar penyebutan terhadap suku bangsa yang mendiami sebelah barat Pulau Jawa. Kujang sendiri merupakan simbol nilai-nilai luhur ajaran Sunda.
“Ketika simbol-simbol itu sulit ditemukan, akan sulit bagi kita buat menelusuri dan mempelajari ajaran tersebut. Apalagi sejak abad ke-15 artefak kujang maupun catatan tentang kujang sudah sangat jarang ditemui. Kemungkinan ada pihak tertentu yang sengaja melenyapkan. Cerita tutur yang sering dijadikan acuan tentang kujang hanya Pantun Bogor,” jelasnya.
Alasan lain mengenai kecendrungan kujang disembunyikan itu karena orang yang memilikinya bukan orang sembarang. "Dalam konsep strata tritangtu itu ada rama, ratu, dan resi. Di mana sebagai orang yang tergolong resi itu disimbolkan dengan keris. Sedangkan, kujang itu dimiliki pemimpin wilayah (ratu) yang menyimbolkan kedaulatan. Sifatnya lebih personal di mana kujang itu hanya dipegang oleh mereka yang memiliki kekuasaan,” urainya.
Terkait alasan disembunyikan, Budi menyebutkan itu dikarenakan Kerajaan Pajajaran runtuh pada abad ke-15. “Walaupun mereka punya, si pemilik kujang itu cenderung tidak menunjukkan. Toh, Pajajaran sudah runtuh,” imbuhnya.
Selain itu, kujang sebagai pusaka diakuinya bukan sesuatu yang harus dipertontonkan. Bahasa Sundanya, kujang itu lain pintonkeuneun tapi lakonkeuneun.
Dikarenakan maknanya yang menyiratkan itu pula Budi menyebutkan, kujang merupakan pisau bedah analisa ketatanegaraan Kerajaan Sunda Purba. Sebab, pada bilah kujang itu terdapat kodifikasi dan banyak petunjuk terkait perunutan sejarah.
Lubang yang ada pada bilah kujang itu diakuinya memiliki makna tersendiri. Jumlah lubang itu disesuaikan dengan kemandalaan atau area si pemilik kujang itu berada. Banyaknya lubang itu pun merupakan personifikasi proses kelahiran yang dikenal di suku Sunda. Secara singkat, dia menjelaskan lubang satu itu menandakan si pemilik kujang itu berada di kamandalaan kasungka.
“Kujang dengan lubang satu itu banyak terdapat di luar Jawa, seperti di Bali. Lubang dua seba, lubang tiga jati, lubang empat agung, lubang lima saman, lubang enam wenang, lubang tujuh wening, dan lubang sembilan hyang. Dalam kosmologi Sunda, mereka tidak mengenal adanya delapan. Makanya, enggak ada kujang yang lubangnya delapa,” tutur Budi.
Saat ditanya mengenai apa arti kata kujang itu sendiri, Budi mengatakan itu sangat panjang ceritanya. Usai meneliti kujang koleksinya, dia memiliki catatan sendiri tentang beragam fungsi kujang. Sebagian besar telah tercantum dalam Pantun Bogor.
Dilihat dari fungsinya, pusaka ini terbagi dalam kujang pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), kujang pakarang (alat berperang, buat menangkis serangan), kujang pangarak (alat upacara adat), kujang pamangkas (sekarang masih dipakai alat berladang), dan kujang sajen (alat upacara adat).
Berdasarkan bentuk bilahnya, pusaka itu terbagi dalam kujang Jago, Badak, Ciung, Kuntul, Naga, Geni, Bangkong, Buta, Lanang, Balati, dan Kujang Daun. Bentuk kujang itu ada di antara ratusan kujang yang disimpan dan dilestarikan Budi.
Wajar, Calon wali kota Bandung 2013-2018 itu ikut andil pada Pameran Kujang yang digelar di Museum Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. Pameran itu digelar Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar 7-12 September 2013.
Pameran kujang itu sekaligus sosialisasi jenis kujang yang akan diberi perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Dari sekian banyak jenis itu, ada tujuh jenis kujang yang akan didaftarkan HAKI. Yakni, kujang Ciung, Kuntul, Badak, Bangkong, Naga, Geni, Wayang, dan Jago.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengajukan hal tersebut dilakukan agar tak diklaim oleh negara lain. Dengan kata lain, itu sebagai upaya pencegahan dari tindakan klaim sepihak di kemudian hari.
Tim Gugus Tugas HAKI Warisan Budaya Jabar memutuskan, untuk pertama kalinya yang terpilih sebagai karya budaya Jabar yang akan dilakukan proses perlindungan adalah kujang. Pelestarian kujang itu menempati urutan pertama prioritas penanganan.
Selain menampilkan kujang koleksi Museum Sri Baduga dan Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang, sebagian besar Disparbud Jabar meminjam beberapa koleksi pribadi. Di antaranya milik Gun Gun Gunardi, Tedi Permadi, Rachmat Taufik Hidayat, Wahyu Affandi Suradinata, Budi Setiawan, dan Aris Kurniawan.
Kujang memang istimewa. Keberadaannya disembunyikan. Pelestari kujang, Budi ‘Dalton’ Setiawan menyebutkan, kujang itu tidak sembarang diperlihatkan ke banyak orang. Selain tersembunyi penuh misteri, kujang itu cenderung disembunyikan si empunya.
Kenapa? el Presidente Bikers Brotherhood Bandung itu membeberkan kepadaINILAH.COM saat ditemui di kediamannya, Jalan Reog, Lengkong, Kota Bandung, Selasa (10/9) malam. Meski memiliki banyak koleksi berbagai jenis kujang, dia enggan disebut kolektor.
“Saya ini bukan kolektor. Saya hanya mencoba untuk melestarikannya, ya, pelestari. Bukan kolektor, karena kolektor itu diasumsikan lebih ke uang,” kata Ketua Jurusan Seni Musik Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas) itu.
Perkataan itu bukan hanya sekadar teori. Kenyataan empiris di lapangan memberikan pengalaman berharga baginya. Sejak 2003 silam, dia berkunjung ke berbagai kabuyutan yang ada di Jawa Barat. “Kujang itu mendapat perlakuan khusus. Meski para sesepuh di tatar Sunda itu memiliki, mereka tidak sembarang memperlihatkan kujangnya,” ucapnya.
Koleksi kujang baru diperlihatkan ketika para sesepuh itu benar-benar yakin, orang yang mau melihat kujang punya niat baik. Minimal, memiliki cukup wawasan tentang kujang.
Sebagian besar, kujang yang kini mencapai ratusan bilah itu merupakan titipan para sesepuh. Makanya, dia mengetahui persis dari mana asal-usul kujang itu didapatkan. Dia menyebutkan, dari sekian banyak kujang yang terungkap ke permukaaan itu artefaknya baru 10%.
“Dan itu karena memang disembunyikan. Bagi saya, kujang bukan sekadar senjata pusaka. Kujang merupakan simbol ajaran ketuhanan tentang asal-usul alam semesta yang dijadikan dasar konsepsi sistem ketatanegaraan Sunda purba. Bentuknya merupakan manifestasi wujud manusia sebagai ciptaan yang sempurna. Wujud kujang merupakan manifestasi alam semesta,” tuturnya.
Dengan meneliti kujang, Budi bahkan yakin kalau istilah Sunda bukan sekadar penyebutan terhadap suku bangsa yang mendiami sebelah barat Pulau Jawa. Kujang sendiri merupakan simbol nilai-nilai luhur ajaran Sunda.
“Ketika simbol-simbol itu sulit ditemukan, akan sulit bagi kita buat menelusuri dan mempelajari ajaran tersebut. Apalagi sejak abad ke-15 artefak kujang maupun catatan tentang kujang sudah sangat jarang ditemui. Kemungkinan ada pihak tertentu yang sengaja melenyapkan. Cerita tutur yang sering dijadikan acuan tentang kujang hanya Pantun Bogor,” jelasnya.
Alasan lain mengenai kecendrungan kujang disembunyikan itu karena orang yang memilikinya bukan orang sembarang. "Dalam konsep strata tritangtu itu ada rama, ratu, dan resi. Di mana sebagai orang yang tergolong resi itu disimbolkan dengan keris. Sedangkan, kujang itu dimiliki pemimpin wilayah (ratu) yang menyimbolkan kedaulatan. Sifatnya lebih personal di mana kujang itu hanya dipegang oleh mereka yang memiliki kekuasaan,” urainya.
Terkait alasan disembunyikan, Budi menyebutkan itu dikarenakan Kerajaan Pajajaran runtuh pada abad ke-15. “Walaupun mereka punya, si pemilik kujang itu cenderung tidak menunjukkan. Toh, Pajajaran sudah runtuh,” imbuhnya.
Selain itu, kujang sebagai pusaka diakuinya bukan sesuatu yang harus dipertontonkan. Bahasa Sundanya, kujang itu lain pintonkeuneun tapi lakonkeuneun.
Dikarenakan maknanya yang menyiratkan itu pula Budi menyebutkan, kujang merupakan pisau bedah analisa ketatanegaraan Kerajaan Sunda Purba. Sebab, pada bilah kujang itu terdapat kodifikasi dan banyak petunjuk terkait perunutan sejarah.
Lubang yang ada pada bilah kujang itu diakuinya memiliki makna tersendiri. Jumlah lubang itu disesuaikan dengan kemandalaan atau area si pemilik kujang itu berada. Banyaknya lubang itu pun merupakan personifikasi proses kelahiran yang dikenal di suku Sunda. Secara singkat, dia menjelaskan lubang satu itu menandakan si pemilik kujang itu berada di kamandalaan kasungka.
“Kujang dengan lubang satu itu banyak terdapat di luar Jawa, seperti di Bali. Lubang dua seba, lubang tiga jati, lubang empat agung, lubang lima saman, lubang enam wenang, lubang tujuh wening, dan lubang sembilan hyang. Dalam kosmologi Sunda, mereka tidak mengenal adanya delapan. Makanya, enggak ada kujang yang lubangnya delapa,” tutur Budi.
Saat ditanya mengenai apa arti kata kujang itu sendiri, Budi mengatakan itu sangat panjang ceritanya. Usai meneliti kujang koleksinya, dia memiliki catatan sendiri tentang beragam fungsi kujang. Sebagian besar telah tercantum dalam Pantun Bogor.
Dilihat dari fungsinya, pusaka ini terbagi dalam kujang pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), kujang pakarang (alat berperang, buat menangkis serangan), kujang pangarak (alat upacara adat), kujang pamangkas (sekarang masih dipakai alat berladang), dan kujang sajen (alat upacara adat).
Berdasarkan bentuk bilahnya, pusaka itu terbagi dalam kujang Jago, Badak, Ciung, Kuntul, Naga, Geni, Bangkong, Buta, Lanang, Balati, dan Kujang Daun. Bentuk kujang itu ada di antara ratusan kujang yang disimpan dan dilestarikan Budi.
Wajar, Calon wali kota Bandung 2013-2018 itu ikut andil pada Pameran Kujang yang digelar di Museum Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. Pameran itu digelar Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar 7-12 September 2013.
Pameran kujang itu sekaligus sosialisasi jenis kujang yang akan diberi perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Dari sekian banyak jenis itu, ada tujuh jenis kujang yang akan didaftarkan HAKI. Yakni, kujang Ciung, Kuntul, Badak, Bangkong, Naga, Geni, Wayang, dan Jago.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengajukan hal tersebut dilakukan agar tak diklaim oleh negara lain. Dengan kata lain, itu sebagai upaya pencegahan dari tindakan klaim sepihak di kemudian hari.
Tim Gugus Tugas HAKI Warisan Budaya Jabar memutuskan, untuk pertama kalinya yang terpilih sebagai karya budaya Jabar yang akan dilakukan proses perlindungan adalah kujang. Pelestarian kujang itu menempati urutan pertama prioritas penanganan.
Selain menampilkan kujang koleksi Museum Sri Baduga dan Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang, sebagian besar Disparbud Jabar meminjam beberapa koleksi pribadi. Di antaranya milik Gun Gun Gunardi, Tedi Permadi, Rachmat Taufik Hidayat, Wahyu Affandi Suradinata, Budi Setiawan, dan Aris Kurniawan.
Sumber:
New slots, video poker, and slots casino.
BalasHapusSlots, video 바카라추천 poker, and slots casino. - Brunch 마틴 배팅 at the casino nextbet with new slot machines, 아프리카 영정 1 and find new casinos where you can 예스 벳 88 play FREE slots.